Sebulan 2 Buronan Kakap Diciduk, Menko Mahfud Ungkap Rahasia yang Bikin Djoko Tjandra tak Berkutik

Sebulan 2 Buronan Kakap Diciduk, Menko Mahfud Ungkap Rahasia yang Bikin Djoko Tjandra tak Berkutik. Buronan kasus hak penagihan pengalihan hutang (cessie) Bank Bali, Djoko Tjandra saat tiba di Bandara International Halim Perdana Kusuma, Jakarta Timur, Kamis (30/07/2020).

SEBULAN 2 buronan kakap diciduk, Menko Mahfud ungkap rahasia yang bikin Djoko Tjandra tidak berkutik

Dua buronan kakap yang merugikan Indonesia triliunan rupiah sudah belasan tahun dicari aparat hukum dan selama ini tinggal di luar negeri.

Buronan kakap pembobol kas Bank BNI senilai Rp 1,7 triliun, Maria Pauline Lumowa, pemilik PT Gramarindo Mega Indonesia, akhirnya diboyong ke Tanah Air, dari Serbia, pada Kamis (9/7/2020).


Sukses Indonesia memboyong Maria Pauline Lumowa ke Indonesia lebih karena lobi politik, karena terpidana ini sudah berstatus warga Belanda dan Serbia tidak punya perjanjian ekstradisi dengan Indonesia.

Maria sudah kabur dari Indonesia menuju Singapura pada September 2003, satu bulan sebelum ia ditetapkan sebagai tersangka oleh tim khusus bentukan Mabes Polri.

Maria Pauline Lumowa buron tersangka kasus pembobolan Bank BNI. (Updatenews24jam.blogspot.com)

Artinya Maria sudah buron hampir 17 tahun.

Maria diketahui berada di Belanda pada 2009 dan sering bolak-balik ke Singapura.

Terbaru setelah buron 11 tahun, akhirnya terpidana kasus pengalihan hak tagih atau cessie Bank Bali Djoko Tjandra atau Joko Soegiarto Tjandra ditangkap di Malaysia, Kamis (30/7/2020).

Berdasarkan pengamatan Tribunnews.com, Djoko Tjandra dijemput dari Malaysia dengan menggunakan pesawat jet mewah berwarna putih.

Dia tampak tiba menggunakan pesawat tersebut sekitar pukul 22.39 WIB.

Djoko Tjandra menggunakan baju tahanan berwarna oranye bertuliskan Bareskrim Polri, bermasker putih dengan kedua tangan diborgol.

Tampak pula, ia turun ditemani sejumlah pejabat utama polri dan Kejaksaan.

Di antaranya, Kabareskrim Komjen Pol Listyo Sigit Prabowo, Kadiv Humas Polri Irjen Pol Argo Yuwono, sejumlah Kapolres di wilayah hukum DKI Jakarta hingga petinggi Kejaksaan Agung RI.

Djoko Tjandra tiba di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Kamis (30/07/2020) malam. (Updatenews24jam.blogspot.com)

Kabareskrim Pimpin Langsung

Kabareskrim Polri Komjen Pol Listyo Sigit Prabowo menjemput langsung Djoko Tjandra dari Malaysia.

Setelah meminta awak media tenang, dirinya lantas mengungkap secara runut kronologis proses penangkapan sang buron.

"Sore tadi kami dari Bareskrim bersama tim khusus berangkat untuk melakukan pengambilan, dan alhamdulillah berkat kerja sama kami Bareskrim dan Kepolisian Malaysia saat ini narapidana Djoko Tjandra kita amankan," kata Sigit di Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Kamis (30/7/2020).

Mula-mulanya, Sigit menjelaskan bahwa Kapolri Jenderal Idham Azis membentuk tim khusus setelah Presiden Joko Widodo memerintahkan penangkapan Djoko.

Tim khusus tersebut kemudian melacak keberadaan sang buron yang diketahui berada di Malaysia.

"Kemudian ditindaklanjuti dengan kegiatan police to police, Pak Kapolri mengirimkan surat kepada Kepolisian Malaysia untuk kita bersama-sama melakukan kegiatan dalam rangka upaya pencarian," lanjut Sigit.

Setelah Djoko Tjandra berhasil ditangkap dan dikirim ke Indonesia, Sigit berjanji akan melakukan seluruh proses secara transparan dan objektif.

"Tentunya ini tanggung jawab selama ini Pak Kapolri bisa menangkap yang bersangkutan dan hari ini kita menunjukkan komitmen kami bahwa Djoko Tjandra bisa kami amankan dan kita tangkap," kata Sigit.

"Tentunya ke depan kasus tersebut akan kita proses lebih lanjut sebagaimana yang kita sampaikan kita transparan objektif untuk mengusut tuntas apa yang terjadi," pungkasnya.

Penangkapan Djoko Tjandra disebut Listyo sebagai komitmen Polri dalam melakukan penegakkan hukum, sekaligus untuk menjawab keraguan publik setelah mantan anggotanya, Brigjen Pol Prastijo Utomo terbukti membantu pelarian Djoko Tjandra.

"Tentunya ini untuk menjawab keraguan publik selama ini, apakah Polri bisa menangkap yang bersangkutan? Dan hari ini kita menunjukkan komitmen kita, bahwa Djoko Tjandra bisa kita amankan dan kita tangkap," katanya.

Sedangkan Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD membuka rahasia yang membuat Djoko Tjandra tak berkutik.

"Saya tidak kaget ya, karena operasi ini dirancang itu sejak tanggal 20 Juli," kata Mahfud dalam wawancara dengan Kompas TV, Kamis (30/7/2020).

Saat itu, ia mengatakan, dirinya berencana menggelar rapat dengan koordinasi lintas kementerian dan aparat penegak hukum sekitar pukul 17.00 WIB.

Namun, sekitar pukul 11.30 WIB, Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komjen Listyo Sigit Prabowo mendadak menemuinya di kantornya.

Saat itu, Listyo mengungkap bahwa Bareskrim hendak menangkap Djoko Tjandra di Malaysia.

"Kabareskrim datang ke kantor saya, lapor, polisi siap melakukan langkah-langkah, punya skenario yang harus dirahasiakan," kata dia.

Skenario itu, imbuh Mahfud, hanya diketahui dua orang lain selain dirinya, yaitu Kapolri Jenderal Pol Idham Azis dan Presiden Joko Widodo.

"Waktu itu juga Kabareskrim berangkat ke Malaysia tanggal 20 itu," ungkapnya.

Sebelum berangkat, Mahfud meyakini, bahwa operasi yang hendak dilakukan Polri akan berhasil.

Sehingga, guna menghindari bocornya rencana penangkapan ke publik, ia lebih banyak diam saat sejumlah awak media bertanya kepadanya terkait kelanjutan kasus Djoko Tjandra.

"Karena media selalu bertanya setiap hari, tinggal menunggu waktu. Dan waktu itu sudah tiba tanggal 30 (Juli) ini," kata Mahfud.

PN Jakarta Selatan sebelumnya memutuskan Djoko bebas dari tuntutan.

Kemudian, Oktober 2008 Kejaksaan mengajukan PK ke Mahkamah Agung.

MA menerima dan menyatakan Direktur PT Era Giat Prima itu bersalah.

Djoko dijatuhi hukuman dua tahun penjara dan harus membayar denda Rp 15 juta serta uangnya di Bank Bali sebesar Rp 546 miliar dirampas untuk negara.

Namun, sehari sebelum putusan MA pada Juni 2009, Djoko diduga kabur meninggalkan Indonesia dengan pesawat carteran dari Bandara Halim Perdanakusuma menuju Port Moresby, Papua Nugini.

Djoko Tjandra kemudian diketahui telah pindah kewarganegaraan ke Papua Nugini pada Juni 2012.

Sebelumnya Djoko Tjandra diketahui sudah berada di Indonesia sejak tiga bulan lalu.

Pernyataan itu disampaikan langsung oleh Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin dalam rapat kerja bersama Komisi III DPR di Kompleks Parelemen, Senayan, Jakarta, Senin (29/6/2020)

"Informasinya lagi yang menyakitkan hati saya adalah katanya tiga bulanan dia ada di sini. Baru sekarang terbukanya," kata dia.

Mengetahui hal itu, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD pun meminta Jaksa Agung untuk segera menangkap buronan kelas kakap itu.


3 jenderal dicopot

Penangkapan sang Joker ini terjadi setelah aksi bersih-bersih di tubuh Mabes Polri.

Kasus Djoko Tjandra belakangan menyeret setidaknya tiga jenderal polisi yang akhirnya dicopot dari jabatannya,

Kapolri Jenderal Polisi Idham Aziz bahkan mencopot Irjen Pol Napoleon Bonaparte dari jabatan Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadivhubinter) Polri.

Pencopotan jabatan itu tertuang dalam Surat Telegram Kapolri dengan nomor ST/2076/VII/KEP/2020 tertanggal Jumat (17/7/2020). Surat telegram tersebut diteken langsung oleh AsSDM Kapolri Irjen Pol Sutrisno Yudi.

Nantinya, Irjen Napoleon akan dimutasi menjadi analisis Kebijakan Utama Itwasum Polri.

Hal tersebut dibenarkan Karo Penmas Divisi Humas Polri, Brigjen Pol Awi Setiyono.

"Iya betul (Pencopotan Irjen Napoleon, Red)," kata Awi kepada wartawan, Jumat (17/7/2020).

Awi mengatakan Irjen Pol Napoleon Bonaparte dimutasi karena diduga melanggar kode etik.

"Pelanggaran kode etik maka dimutasi. Kelalaian dalam pengawasan staf," katanya.

Diduga, pencopotan jabatan tersebut buntut dari adanya polemik keluarnya surat penghapusan red notice terhadap buron kasus pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali, Djoko Sugiarto Tjandra.

Hingga kini, propam juga masih memeriksa sejumlah pihak yang terkait dengan polemik penghapusan red notice Djoko Tjandra.

Sebelumnya 2 jenderal polisi pun dicopot dari jabatannya karena kasus Djoko Tjandra.

Mereka di antaranya Brigjen Pol Nugroho Slamet Wibowo dan Brigjen Prasetijo Utomo.


Bakar surat jalan

Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Polri juga menetapkan Brigadir Jenderal (Brigjen) Prasetijo Utomo menjadi tersangka dalam kasus pembuatan surat jalan untuk buronan kasus korupsi Bank Bali, Djoko Tjandra.

Pengumuman status tersangka Prasetijo itu disampaikan langsung oleh Kabareskrim Polri Komjen Listyo Sigit Prabowo di Mabes Polri, Senin (27/7/2020).

”Perkembangan penangann BJPU, sebagai bentuk transparansi kita ke publik. Jadi hari ini telah dilaksanakan gelar perkara menetapkan tsk saudara BJPU. Berdasarkan LP A390, Bareskrim 27 Juli,” kata Sigit.

Sigit mengatakan, penetapan tersangka ini sudah melalui gelar perkara terkait kasus ini.

Tak kurang dari 20 saksi diperiksa dalam kasus surat jalan Tjoko Tjandra.

"Dilaksanakan pukul 10 tadi. Diikuti oleh Irwasum Polri Propam Korwasidik," tambah Sigit.

”Saat ini sudah kita periksa 20 orang. Dan tim masih bekerja melakukan pendalaman. Kemungkinan ada tersangka baru,” imbuhnya.

Brigjen Prasetijo dijerat Pasal 221, Pasal 263, dan Pasal 426 KUHP.

Atas kasus ini, Prasetijo terancam hukuman penjara maksimal 6 tahun penjara. "Ancaman hukuman maksimal 6 tahun penjara," ucap Sigit.

Kasus yang menjerat Prasetijo bermula dari terungkapnya surat jalan untuk Djoko Tjandra untuk pergi dari Jakarta ke Pontianak pada akhir Juni lalu.

Dari hasil penyelidikan internal, Prasetijo dinyatakan menyalahgunakan wewenangnya sebagai Kakorwas Bareskrim Polri dengan menerbitkan surat jalan untuk Djoko Tjandra.

Padahal, surat jalan hanya bisa diterbitkan oleh Kabareskrim dan Wakabareskrim untuk kepentingan perjalanan dinas internal.

Selain menerbitkan surat jalan untuk Djoko Tjandra, Prasetijo juga diketahui membantu  pria yang dijuluki ’Joker’ itu untuk mendapatkan surat bebas Covid-19 dari RS Polri, Kramat Jati, Jakarta Timur.

Saat kasus ini mulai ramai di publik, Brigjen Prasetijo juga sempat berusaha menghilangkan barang bukti berupa surat jalan tersebut.

Namun, hal itu berhasil digagalkan.

“Yang bersangkutan telah menghalangi, mempersukar penyelidikan. Menghancurkan dan hilangkan barang bukti. Hal ini dikuatkan keterangan beberapa saksi yang bersesuaian," kata Sigit.

"BJPU sebagai pejabat Polri menyuruh Kompol Joni Andrianto untuk membakar surat yang digunakan,” tambah Sigit.

Atas usaha menghilangkan barang bukti tersebut, Brigjen Prasetijo juga dijerat Pasal
221 KUHP ayat ke-2. Dalam hal ini, surat yang ingin dibakar yakni surat jalan dan surat keterangan bebas Covid-19 Djoko Tjandra.

“Selanjutnya konstruksi hukum ketiga, terkait pelanggaran 221 ayat ke 2 KUHP. Yang bersangkutan telah menghalangi mempersukar penyelidikan,” ujar Sigit.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar