Dr Anthony Fauci (AFP/MANDEL NGAN) |
Washington DC -
Pakar kesehatan terkemuka Amerika Serikat (AS), Dr Anthony Fauci, melontarkan kekhawatiran soal keamanan vaksin virus Corona (COVID-19) yang tengah dikembangkan oleh China dan Rusia. Fauci mendorong otoritas AS untuk berhati-hati terhadap vaksin Corona produksi kedua negara tersebut.
Beberapa perusahaan China diketahui berada di garis depan dalam kompetisi pengembangan vaksin Corona secara global. Sementara Rusia pernah melontarkan harapan untuk menjadi negara pertama yang berhasil memproduksi vaksin Corona untuk publik, dengan target September mendatang.
Namun, obat-obatan itu kemungkinan besar akan menghadapi pemeriksaan ketat mengingat bahwa sistem regulasi di kedua negara jauh lebih samar dibandingkan negara-negara Barat.
Seperti dilansir AFP, Sabtu (1/8/2020), kekhawatiran soal vaksin China dan Rusia itu disampaikan Fauci dalam rapat dengar pendapat dengan Kongres AS pada Jumat (31/7) waktu setempat. Dalam rapat itu, Fauci ditanya apakah AS bisa menggunakan vaksin China atau Rusia jika kedua negara itu berhasil memproduksinya terlebih dulu. Fauci mengindikasikan hal itu tidak mungkin dilakukan.
"Saya berharap agar China dan Rusia benar-benar menguji vaksin sebelum mereka menyuntikkan vaksinnya kepada siapa pun," ucap Fauci yang merupakan pakar penyakit menular ini.
"Klaim-klaim soal vaksin yang siap didistribusikan sebelum Anda melakukan uji coba, saya pikir, itu sangat bermasalah," sebutnya.
"Kita bergerak dengan sangat cepat. Saya tidak yakin bahwa akan ada vaksin, sejauh ini di depan kita, sehingga kita akan bergantung pada negara-negara lain untuk mendapatkan vaksin bagi kita," cetus Fauci yang menjabat Direktur Institut Nasional untuk Alergi dan Penyakit Menular (NIAID) sejak tahun 1984.
Bulan lalu, media China mengumumkan bahwa vaksin Corona yang dikembangkan oleh CanSino Biologics disuntikkan terhadap personel militer China. Ini menjadikannya sebagai vaksin pertama yang disetujui untuk disuntikkan ke manusia, meskipun pada kalangan terbatas. Banyak ilmuwan dan pakar kesehatan yang mengkritik soal kekhawatiran etika mengingat vaksin itu belum menjalani uji coba klinis tahap akhir.
Dua perusahaan China lainnya, Sinovac dan Sinopharm, telah meluncurkan uji coba klinis tahap ketiga di Brasil dan Uni Emirat Arab (UAE), secara terpisah. Uji coba dilakukan di luar negeri karena China telah mengendalikan sebagian besar virus Corona di wilayahnya, sehingga membutuhkan negara yang masih berjuang menghadapi pandemi Corona.
Sementara itu, Rusia yang diketahui terdepan dalam produksi vaksin global pada era Soviet, juga bertekad menyediakan dua vaksin Corona ke pasaran pada September dan Oktober mendatang. Vaksin pertama dikembangkan oleh Institut Gamaleya dan Kementerian Pertahanan Rusia, sedangkan vaksin kedua dikembangkan oleh laboratorium negara Vektor yang berlokasi di dekat Novosibirsk, Siberia.
Rusia sejauh ini belum merilis data ilmiah untuk membuktikan keamanan maupun efektivitas vaksin mereka.
Tiga kandidat vaksin lainnya, yang merupakan produksi negara Barat, tengah dalam uji coba tahap akhir. Satu vaksin diproduksi oleh perusahaan bioteknologi AS, Moderna dan Institut Kesehatan Nasional, satu vaksin lainnya diproduksi oleh Universitas Oxford dan perusahaan Inggris, AstraZeneca dan satu vaksin lagi diproduksi oleh perusahaan Jerman, BioNTech bersama raksasa farmasi AS, Pfizer.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar