Terdakwa ESN usai menjalani sidang tertutup dugaan pemerkosaan dan pencabulan anak asuh Panti Asuhan Simpang Tiga, Selasa (28/07). |
UPDATE-NEWS24JAM.blogspot.com - Sidang lanjutan terkait kasus dugaan pemerkosaan dan pencabulan yang dilakukan oknum salah satu Kepala Panti Asuhan Simpang Tiga di Kota Medan berinisial ENS (48) kepada anak perempuan berinisial WL (14) digelar di ruang Cakra V Pengadilan Negeri Medan, Selasa (28/7/2020).
Persidangan yang beragendakan mendengarkan keterangan para saksi digelar secara tertutup untuk umum yang dipimpin oleh ketua majelis hakim Ahmad Sumardi.
Saksi yang dihadirkan adalah kepala lingkungan dan ibu dari teman WL yang mengetahui pertama kali kasus ini.
"Saksi kali ini yang dihadirkan saksi kepala lingkungan, dan ibu dari teman korban yang dapat pengaduan," ujarnya Jaksa Penuntut Umum Robert Silalahi, di depan Ruang Cakra V, Selasa (28/7/2020).
Usai sidang, Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Komala Sari mengatakan perbuatan ENS membuat korban yang pernah menjadi anak asuhnya di panti asuhan mengalami trauma.
"Selama tujuh tahun terdakwa tega melakukan pemerkosaan terhadap anak di bawah umut. Perbuatan ENS ini membuat korban mengalami trauma sangat mendalam," ujarnya.
Komala Sari juga mengungkapkan bahwa traumanya ini sangat luar biasa, soalnya dari umur 7 tahun sampai umur 14 tahun dilecehkan secara seksual.
Menurut Komala Sari, dari umur 7 tahun sampai umur 10 tahun, terdakwa ENS memperkosa WL. Setelah korban berumur 10 tahun, terdakwa mencabuli korban dengan memasukan jarinya ke alat kelamin korban sampai umur 14 tahun," bebernya.
Komala Sari berharap agar terdakwa ENS dihukum dengan seberat-beratnya.
"Kalau bisa dihukum kebiri. Karena ini perbuatan yang sangat keji," ucapnya.Pendamping korban lainnya dari Lembaga Bantuan Hukum APIK, Cut Betty juga sependapat bahwa perbuatan ENS sangat tidak manusiawi.
"Pemerkosaan itu dilakukan hampir setiap harinya yang membuat korban mengalami trauma berat," ucapnya.
Cut Betty menerangkan, awalnya kasus ini ditangani oleh LSM yang berada di Medan dan merujuknya ke Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Anak. Pasalnya, penanganan Polda Sumut terkait kasus pelecehan seksual ini terkesan sangat lambat.
"Karena Polda Sumut terkesan lambat menangani kasus ini, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Anak memberikan kuasa kepada saya. Alhamdulillah, kasus ini akhirnya dapat diselesaikan dalam waktu dua minggu dan tersangka langsung ditahan," pungkasnya.
Pengacara Nilai Dakwaan Kabur
Pada sidang sebelumnya, jaksa penuntut umum Robert Silalahi menjelaskan bahwa terdakwa ENS adalah Kepala Panti Asuhan Simpang Tiga yang memiliki sekitar 25 orang anak asuh. Anak- anak dari keluarga miskin ini diurus dan disekolahkan oleh panti asuhan.
Menurut jaksa, pada Desember 2019, korban mengadukan kepada teman sekolahnya, yang selanjutnya melaporkan kepada orang tua. Selanjutnya informasi ini pun diteruskan kepada kepala lingkungan yang melanjutkan ke Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.
"Terdakwa yang merupakan Kepala Panti Asuhan ini memegang, memasukan jarinya ke alat vital korban, yang dilakukan selama 7 tahun," kata jaksa.
Penasihat hukum terdakwa ENS, Sri Falmen Siregar, membantah tudingan yang dialamatkan kepada kliennya.
"Yang selama ini dituduhkan oknum-oknum itu tidak benar, karena menurut saya anak ini tidak diapa-apai oleh terdakwa," ujarnya di Pengadilan Negeri Medan, Selasa (28/7/2020).
Dikatakannya, ada saksi yang menerangkan bahwa terdakwa dan korban hanyalah tiga menit saja didalam kamar.
"Jadi ada juga saksi yang menjelaskan bahwa dia (terdakwa) tidak berlama-lama di dalam kamar tersebut. Cuma tiga menit doang," katanya.
Ia juga berpendapat dakwaan JPU kabur.
"Dalam dakwaan tersebut disebutkan terdakwa melakukannya setelah ejakulasi lalu dimasukan. Nah itukan tidak logika. Kenapa? Karena kalau sudah ejakulasikan biasanya sudah tidak selera lagi kita," katanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar